Monday, December 24, 2018 0 komentar

Lekas Membaik, Nusantara

Senja di selat sunda
Saat kebahagiaan menyelimuti tubuh mereka
Saat camar-camar sibuk mencari mangsa
Di sisi lain tampak wajah yang bergembira
Menikmati indahnya dunia
Menikmati gelegar waktu liburannya
Mereka tak sadar tangan maut menghampiri
Untuk mengembalikan pada sang Ilahi
Kedatangan yang tak terduga lewat air bah yang menjemput hingga kini


Semesta,
Ada apa dengan dunia ini?
Ada apa dengan air lautmu saat ini?
Apakah ia merasa dikecewakan oleh kami?
Apakah ia merasa tak dipedulikan oleh kami?
Puluhan orang tak tertolong jiwanya
Ratusan orang terlihat terluka
Dengan waktu sekejap kau meleburkan mereka
Melenyapkan seluruh kebahagiaan didalamnya


Semesta,
Keadaanmu tampak baik-baik saja
Saat malam tiba ditemani rembulan sebagai penerang dunia       
Bintang-bintang tampak terlihat sangat banyak dan terlihat seperti biasanya
Dengan tiba-tiba air laut datang membinasakan semua yang ada
Membawa hanyut jiwa-jiwa yang sedang bersenang ria
Menghilangkan jejak setiap raga yang hanyut terbawa      


Semoga kejadian ini takkan terulang kembali
Kami berjanji akan selalu menjaga kau; semesta
Dan kau juga berjanji takkan murka lagi pada kami
Kita bersama saling menjaga diantara apa yang telah kita punya; bersama.

Semesta, bersahabatlah dengan kami.

***


Puisi ini ditulis satu hari setelah kejadian Tsunami yang melanda Banten & Lampung,
16.40 WIB
Cilegon, 23 Desember 2018
Gilang Anggaraksa Putra
Wednesday, December 19, 2018 0 komentar

Keluh

Sejujurnya, ketidakhadiranmu di hidupku masih membuatku hampa. Namun perlahan aku mulai bisa mengatasinya. Maaf, sudah waktunya kamu berhenti angkuh atas aku yang selalu mengharapkanmu.

Dulu, aku tak pernah lelah menyayangi bahkan mencintaimu. Apapun alasannya aku akan mempertahankan sesuatu atas apa yang aku perjuangkan. Seperti bisa mengenal lalu memilikimu. Aku tak tahu sepertinya diantara kita terdapat hal yang janggal; seperti terhalang oleh pagar-pagar ketidakpantasan. Sehingga kita terlihat seperti fatamorgana yang bahkan tak sempat terpikirkan. Membuat hati kita bimbang akan berlabuh dimana dan pada siapa.

Sekarang, kau tetap sama memperlihatkan ketidakpercayaan pada dirimu sendiri. Bahkan kau tak lagi mempercayai bahwa aku akan menjagamu Setiap hari. kau selalu saja mencari-cari kesalahanku agar terlihat seakan aku yang menyakitimu, Padahal aku tidak sekejam itu. Rasa sakit dan kecewa ini masih susah kumaknai. Begitu sulit untuk diungkapkan pada siapapun. Biarlah rasa dan aksara berbicara, menjadi beberapa kata dan kalimat yang bisa mewakilkan atas apa yang aku rasa.

Selanjutnya, kau memilih jalan yang menurutku salah. Kau memilih pergi disaat hati kita sudah menyatu dalam diri. Memaksa untuk melepaskan apa yang tertanam dalam hati. Mempersilahkan rasa itu terombang-ambing kesana kemari, tanpa tahu kemana akan bermuara dengan pasti. Tetapi, aku sangat paham cinta tak selalu sependapat. Begitu pula dengan kita. Mungkin menurutmu, jalan ini adalah sebuah langkah yang sesuai untuk kau memulai mengakhiri. Kau memilih pergi serta takkan pernah kembali. Membawa kenangan yang dahulu kita ukir bersama merajut asa dan meraih mimpi. Kau juga membawa segenap hati yang luntur tak berwarna; lalu kau kubur dalam-dalam beserta semua hal indah diatasnya.

Aku tak lagi memikirkan sesuatu yang menyakiti diri sendiri. Tak akan. Biarlah semua berputar pada porosnya, berjalan sesuai takdir yang ditentukan serta berlari sesuai dengan keinginan.

Berbahagialah dengan siapapun yang kau anggap percaya bisa membahagiakanmu. Kita memang sudah tak lagi sejalan, kau tak perlu lagi mengajarkan tentang keikhlasan. Karena aku sudah menerima kepergianmu.

Kelak, saat hatiku benar-benar kosong dan perlu diisi, saat itu baru akan kucari. Yang benar-benar pandai bertahan dan menjelaskan bahwa aku begitu dicintai. Yang takkan meninggalkanku bekas-bekas luka seperti ini. Aku mungkin akan segera lupa dan menulis cerita baru, tapi tidak secepat ini, tidak semudah kamu.

Saturday, December 01, 2018 0 komentar

Terjebak Pada Sebuah Masa

Aku harap kita di pertemukan bukan hanya sebatas perkenalan. Tapi bisa saling membahagiakan dengan atau tidak menjalin hubungan. Semoga kita segera di bersamakan bukan hanya sekadar di pertemukan.

Datang dan dan perginya tak disangka. Itulah rasa. Rasa ini tiba-tiba datang saat separuh dari hati ini telah hilang—membawa rencana yang harus segera di wujudkan. Sepertinya,  tangan ini ingin sekali merasakan bagaimana hangatnya genggaman tanganmu. Dengan dibaluri hangatnya kasih sayang yang menenangkan.
Aku berjanji menuntunmu berjalan meski pandanganmu telah memburam—menjagamu dari kerasnya kehidupan yang semakin hari semakin membuat geram.

Berharap, pertemuan kita tak segera larut dalam kesia-siaan dan bermuara pada ketidakjelasan. Sebab, bisa mengenalmu adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan.

Aku sempat berpikir, apakah pertemuan kita akan berakhir sempurna? Ataukah hangus dalam sia-sia?

Entahlah, sepertinya ini bagian dari takdir Tuhan yang harus diterima hambanya dengan lapang dada. Takdir memang membawa kita kepada hal-hal yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Seperti pertemuanku denganmu, seperti perasaan yang kuletakkan padamu hanya dengan hitungan jam, seperti celoteh-celoteh mesra yang kita sandiwarakan dan seperti doa-doa kebaikan yang selalu kita panjatkan.
Sepertinya, semesta berada pada pihakku.
Sebab, saat aku telah kehilangan separuh dari hati—dengan sigap semesta memberikan jalan untuk kembali menemukan separuh hati yang baru untuk melengkapi.

Mungkinkah ini sebuah anugerah atau teguran dari semesta agar aku tak lagi berharap padanya? Entahlah, aku berusaha tak lagi memikirkan. Sekarang adalah bagaimana caranya menyembuhkan yang terluka, menemukan separuh hati yang hilang dan mengikhlaskan sesuatu yang telah berlalu.

Kini aku mulai bermimpi, kalau kau akan menjadi milikku. Melengkapi sebagian diriku yang kosong—yang selalu menantikan hadirmu.
Aku mulai berharap kita bertemu.
Setelah seluruh rencanaku atas semua mimpimu.
Setelah seluruh lelah penantianku atas perasaanmu.
Setelah seluruh perjuanganku membuatmu mengerti arti hadirku.

Biarlah sekarang keindahanmu hanya bisa kusimpan sendiri. Mungkin nanti aku bisa menikmati tanpa harus diam seperti ini.

Cilegon, Awal Bulan Keduabelas, 2018.

Wednesday, November 21, 2018 3 komentar

Rasa Yang Hilang

Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, setiap yang datang pasti akan pergi. Pun dengan rasa, tak akan bisa dipaksa untuk menerka. Apalagi dipaksa mencinta pada hati yang jelas-jelas tidak bisa menjaga.

Bagimu ini mungkin hal biasa. Tapi bagiku rasa ini adalah sebagian dari umpama, yang takkan pernah bisa disatukan dengan semesta. Itulah rasa, kita tak pernah tau akan datang dan perginya.

Pada akhirnya, saat yang tak kuinginkan itu datang. Dimana semua rasa tentangmu telah hilang. Meski tak ada lagi tanganmu untuk menarikku berdiri, mau tidak mau aku harus bangkit sendiri. Berpura-pura seperti semua ini tidak pernah terjadi. Mencari kekuatan dari dalam diri karena kini semua rasa untukmu telah benar-benar mati. Sadar atau tidak, selama ini kau sudah mengabaikanku dan anggap ku tak ada. Kau anggap ketulusanku ini tak nyata. Padahal kau juga tahu bahwa perasaanku bisa berhenti kapan saja.

Ini adalah akhir cerita dari sebuah rasa yang ku punya. Rasa ini terlalu cepat untuk menghilang dan tersingkir. Aku tak tahu apakah ini bagian dari sebuah takdir, atau mungkin ini sebuah kenyataan atas semua kenangan yang dulu kita ukir?

Hari demi hari telah ku lewati. Mencoba mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Tentang rasa yang tak lagi sama, tentang rasa yang tak pernah bersua dan tentang rasa yang tak lagi ada.

Biarlah rasa itu hilang dan tak akan sepenuhnya kembali utuh. Sesuatu di sudut hatiku masih terasa rapuh. Biarlah rasa itu pergi dan takkan pernah kembali. Karena percuma, kalau pun rasa itu datang kembali, aku akan menahan diri untuk tidak memberikan padamu lagi.

Akan ada saatnya, aku berhenti mempertahankan dan melepaskannya.
Akan ada saatnya, kamu hanya menjadi cerita di waktu-waktu yang telah berlalu.

Karena kamu takkan selamanya berharga.
Karena aku takkan selamanya mencinta.

Cilegon, 21 Bulan Kesebelas, 2018.

Monday, November 19, 2018 3 komentar

Merelakan Kepergian

Semua yang di takdirkan Tuhan untuk datang perlahan akan merangkak untuk pergi. Perkara sebuah takdir, kita tidak akan mengetahui apalagi mengubahnya. Biarlah takdir melaksanakan tugas yang diberikan oleh Tuhan. Kita hanya bisa menerima dengan lapang dada dan penuh kesabaran.

Tapi, perihal kepergianmu apakah sesuatu yang ditakdirkan? Bukankah dari awal kita bersama jalani tanpa alasan?

Entahlah, mungkin pertemuan kita bukan untuk saling membahagiakan, melainkan hanya sebuah perkenalan yang pada akhirnya bermuara pada ketidakjelasan. Aku ingin benar-benar ingin terbebas dari semua ini, melupakan semua kenangan yang kita ukir dan membiarkan kenangan itu habis ditelan waktu lalu tersingkir.

Tak adakah sebaris alasan untuk kita bersatu dan menulis bersama seperti waktu itu?
Entahlah, keputusanmu untuk pergi memang sudah menjadi pilihan. Tentang kembali nya kau padaku, mungkin hanya angan yang tak tersampaikan.

Biarkan kepergianmu ini menjadi jawaban atas apa yang tercurah sudah. Tentang dua hati satu janji, yang berakhir pada pernah, bermuara pada kisah.
Biarkan diam ini menjadi ungkapan rasa yang tak lagi bisa di wakilkan kata. Tentang hal yang lebih besar dari benci, tapi pada saat yang sama juga gugup mencintai.

Selamat tinggal, Cinta.
Berbahagialah tanpa harus takut dengan air mata. Sesekali kau perlu tahu, bagaimana perihnya sayatan pertama.

Sampai jumpa di lain hari.
Sampai jumpa di lain arti.

Thursday, November 15, 2018 0 komentar

Kita

Kita bersama, berjanji untuk tak saling menghilang dan meninggalkan satu sama lain. Hidup memang tak sempurna, tapi kau menyempurnakanku. Hidup memang tak selalu bahagia, tapi kau membahagiakanku.


Saat kita berjanji untuk setia dan terus bersama, mau tak mau kita harus terus bersama. walau tak semua hal harus kita jalani berdua.


Aku diajarkan untuk setia dan bertahan dengan pilihanku apapun keadaanya. Susah ataupun senang, aku harus selalu ada. Dengan beban ataupun tanpa beban, dengan masalah ataupun tanpa masalah, aku harus tegar berdiri disana. Menjalani komitmen memang tak sederhana, karena itu aku mengajak kamu melakukan ini bersama. Melawan hal yang buruk didepan mata, saling mendukung, percaya, menjaga dan menerima.


Sulit memang harus terpaku pada satu nama. Sulit untuk selalu melihat dan berdiskusi pada orang yang sama dengan waktu yang lama. Apalagi untuk terus mencari cara untuk merasa tak pernah beda. Tapi satu hal yang membuatku bertahan adalah kita ini manusia yang harus tetap belajar menerima hingga waktu "pulang" tiba.
Kita belajar menerima menyambut seluruh kekurangan yang ada. Seperti kita belajar untuk mensyukuri kelebihan sebagai alasan untuk menetap lebih lama, bersama selamanya.
Kita akan selalu belajar memperbaiki kualitas diri yang ada pada diri kita, terutama hal yang membuat kejenuhan pada diri satu sama lain dan belajar memperbaiki kualitas hati untuk hubungan antar dua manusia.


Bersamamu, menciptakan sebuah perjanjian untuk saling bertahan bukanlah hal yang terlalu sukar untuk dilepaskan. Sebab, rasa jenuh pasti akan menyelinap masuk membuat sesuatu yang kita bangun menjadi acuh.
Bersamamu semua hal terasa menyenangkan, pun dengan hidupku.
Sekalipun kita adalah dua pribadi yang mudah sekali merasa bosan, kita tak pernah berfikir semua telah berakhir hanya karena hubungan kita mulai tak semanis awal pendekatan.


Saat aku bertanya "bagaimana akhirnya aku bertemu dan jatuh cinta denganmu?" Pada saat itu aku tahu jawabannya cuma satu. Pertemuan kita bukanlah sebuah kebetulan semata, cerita kita mungkin sudah tertulis dan tercipta. Punya banyak makna didalamnya, membuat setiap insan yang tahu akan merasa ingin mempunyai cerita yang sama. Semua tentang kita terangkai dengan manis dengan segala tawa dan air matanya yang ikut serta. Bahkan jauh sebelum kita dikeluarkan dalam rahim bunda.


Takdir memang membawa kita kepada hal-hal yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Kita tak pernah tau masa depan itu bentuknya bagaimana. Dimana akhirnya harapan-harapan kita berdua akan bermuara. Berpisah atau terus bersama hingga tua, ditinggal pergi atau ditinggal mati, kau kan pergi atau tetap disini, kita tak pernah tahu halaman terakhir cerita kita seperti apa.


Selama aku denganmu, aku takkan mencoba untuk lari. Aku kan tetap bertahan hingga raga ini tak sanggup lagi menahan. Aku akan seperti itu, seperti saat kita setuju untuk saling menaruh hati.
Kita telah menghadapi berbagai masalah sejauh ini. Dan untuk semua masalah di masa depan yang akan kita temui, kuharap kita masih mau untuk senantiasa mengisi, ruas-ruas jari.
Kuharap, cerita kita tak bergantung ditengah episode, seperti halaman terakhir pada sebuah buku. Semoga cerita ini selalu menyenangkan untuk dikenang dan diceritakan kembali. Nanti, saat kita sudah terikat sempurna dan memutuskan untuk menua bersama tinggal ajal tiba.





Cilegon - November 2018
Saturday, November 10, 2018 0 komentar

Tentangmu

Malam ini aku berniat untuk menulis tanpa mengingat kamu. Menulis hal-hal terindah yang dimilikimu. Tapi aku gagal. Aksara-aksara itu masih tentang kamu. Tercipta dan terangkai indah untuk mengekalkanmu.

Aku mau kamu terus ada, bahkan saat kelak hal-hal manis tentangmu telah kulupa.
Aku mau tujuh miliar pasang mata itu melihat, bahwa di depanku ada seseorang yang pantas dicintai dengan sangat.
Aku mau seisi dunia setuju denganku, bahwa takdir harus menyandingkan aku denganmu.

Kamu menggenggam apa yang telah lama aku cari-cari.
Kamu memiliki apa yang sejak dulu ingin aku temui.
Di dalam tubuhmu ada hati yang ingin sekali aku curi.
Di dalam dirimu, ada sebuah celah kecil yang ingin aku isi.

Tunggu aku datang. Tunggu hingga yang kupunya bukan hanya rasa sayang.
Tunggu saat aku telah bersungguh-sungguh. Saat aku bertekad untuk menjaga cintamu agar tak sampai luruh.
Tunggu hingga aku bisa membuat hatimu yang dingin itu tersentuh, lalu kamu paham bahwa kamu terlalu mengagumkan untuk hanya kupandangi dari jauh.

Meski pada kenyataannya, memandangimu memang cara membunuh waktu termanis yang pernah kutahu.
Meski pada akhirnya, menemukanmu di sudut pandanganku adalah usaha paling indah untuk menggembirakan harapan-harapanku.
Sunday, November 04, 2018 0 komentar

Perubahan

Selama ini apa aku pernah memintamu untuk tetap tinggal denganku? Apa aku pernah memintamu untuk selalu pulang padaku kemanapun pergimu? Apa aku pernah menuntut perasaan yang hebat yang sama denganku? Apa aku pernah memaksamu menghiburku, menghapus air mataku ketika penyebab semua itu adalah kamu?
Aku selalu merelakan kepergianmu, aku selalu menunggumu dibalik rindu dengan pintu-pintu yang tidak pernah kamu buka dengan tanganmu. Aku hanya melakukan apa yang ingin aku lakukan; mencintaimu semauku. Tapi nyatanya kamu malah juga melakukan apa yang ingin kamu lakukan; membahagiakan dirimu sendiri, dengan atau tanpaku.

Tanpa penjelasan apapun, kamu datang dan pergi seperti itu, tak memperdulikan apapun kecuali kamu dan hatimu. Hingga kamu tak menyadarinya, bahwa ada yang lebih menyukaimu daripada dirinya sendiri. Bahwa ada yang menyampingkan egonya untuk egomu. Jika kamu berniat untuk berubah menjadi seperti ini, katakan saja. Katakan agar aku tidak semakin menjadi seperti orang gila. Agar aku bisa meluruskan perasaanku sendiri. Agar tak banyak lagi orang yang salah paham dengan semua tulisanku.

“Kamu ngejar-ngejar dia ya?”
“Dia gak suka ya sama kamu?”

Aku tidak pernah menyalahkan kamu ketika kamu ingin terus sendiri. Aku tidak keberatan bahwa kita hanya menjadi teman. Karena dulu kamu terlihat seperti bisa menjanjikan banyak kebahagiaan untukku terlepas dari apapun status di tengah kita.
Aku pernah menulis “Lebih baik berteman tapi saling peduli dan memperhatikan, daripada menjalin hubungan tapi saling curiga dan mengabaikan”, dulu tulisan itu sempat menjadi bunga dalam pertemanan kita yang aku bangga-banggakan itu. Kamu tidak tau bukan? Bagaimana irinya mereka karena kita terlihat sangat bahagia meski hanya menjadi teman? Jelas kamu tidak tau, kamu tidak pernah peduli dengan semua itu. Semua hal yang aku besar-besarkan adalah omong kosong. Dulu seperti itu, sekarang? Sekarang bahkan ketika aku tidak punya lagi hal untuk kubanggakan di depan mereka, kamu masih saja menjadi seseorang yang dingin, yang tidak peduli dengan hal-hal indah meski itu kecil. Karena kamu terus berlari, karena kamu tidak pernah berjalan untuk menikmati sebuah genggaman tangan. Karena itu aku selalu menghabiskan rinduku sendiri. Aku yang berjuang agar terus terlihat bahagia, agar pertemanan kita masih terlihat hangat seperti yang sejak dulu mereka inginkan.

Pun aku tak pernah memaksamu untuk membaca semua tulisan ini. Semua masih terserah kamu, apapun yang akan kamu lakukan di masa depan masih akan menjadi benar dimataku. Karena aku sudah memilih ini dari awal. Aku memilih bertahan dengan apapun yang kamu berikan. Aku akan tetap pada pilihanku, hingga kita sampai pada titiknya. Jangan lakukan apapun, jangan berjanji dan memberiku hal-hal manis, aku akan mencarinya sendiri dari dirimu. Kamu tidak perlu berusaha membuat cerita, aku telah menuliskan beberapa, yang ku tau itu akan kukenang sendiri nanti.

Aku tak berencana untuk meminta maaf ketika kamu bilang ini semua berlebihan. Karena kamu tidak berhak menentukan apa yang pantas atau tidak pantas kulakukan.
Biar aku melakukan apapun semauku. Aku tidak akan membatasi apapun darimu, teman.
Tuesday, October 23, 2018 0 komentar

Sebab

Ada dingin yang memicu jemari tanganku berinteraksi menyusun kata. Sebab yang kau lakukan kemarin telah membatukan semua kemampuan bahasaku, hingga aku hanya terdiam. Sementara logika mencoba untuk mendamaikan badai didalam dada.

Sesaat saja izinkan aku untuk sekedar melihat bibirmu merinaikan rintik-rintik aksara. Karena darinya aku bisa melihat sisi dunia yang tidak aku ketahui. Memulai keterbatasan yang selama ini menjajahi wawasan.

Darimu, aku mengenal bunga-bunga penghias halaman bukit. Sampai mengahafal warna-warni pelangi yang masih disembunyikan hujan.

Bukan aku tak ingin menjajaki semesta lain, tapi bulat matamu telah merubah mata angin. Sepertinya Tuhan punya rencana lain -- sejak mata itu berhasil mengunci ucap yang tertawan dikantung hati -- lalu disampaikannya pesan itu lewat tetesan embun di pinggiran gelas yang membuat basah permukaan meja.

tapi bukankan semua kini telah usai? setelah pesan yang tak sengaja kau kirimkan, dengan telak menjatuhiku hukuman yang menyatakan bahwa: "bukan aku kini yang menjadi semestamu" Dan aku tak lagi berhak berjalan , atau sekedar berteduh dari hujan, aku tak lagi berhak!

Dan untuk menjalankan kewajibanku sebagai pandir yang telah kau gubah menjadi perindu mahir, telah kusiapkan sepasang bahu dan dua telinga, sebagai rumah, bila suatu hari semestamu tak lagi ramah.



















Friday, September 07, 2018 0 komentar

Setelah Ada Kamu

Malam ini aku berniat menulis tanpa mengingat kamu. Aksara-aksara itu masih tentang kamu. Tercipta Dan terangkai indah untuk mengekalkanmu. 

Dulu, 
sebelum ada kamu,
satu-satunya yang kucintai hanyalah diriku.

Namun kini, setelah kamu datang dan menetap,
segala yang pedih seakan-akan lenyap.
Sejak kamu ada, hidupku tak lagi gelap.
Aku adalah seseorang yang hatinya telah bebas—tak lagi terperangkap.

Sejak kamu memutuskan untuk tinggal dan menemani,
aku tak mengira bahwa cintaku akan jatuh sedalam ini.
Hingga kemudian kau tunjukkan padaku bahwa aku pun berhak menerima cinta yang murni.

Yang benar-benar tulus dan datang dari hati. 

Aku merasa menjadi lelaki yang paling disayangi.
Karena keberadaanku benar-benar kau hargai.

Betapa beruntungnya aku bisa menemukanmu.
Betapa beruntungnya aku. Bisa dicintai kamu.


Mudah-mudahan kamu hanya mengerti caranya mencuri hati lalu mencintai.
Bukan meninggalkan dan pergi.
Karena kini aku sudah terlanjur jatuh hati.
Dalam sekali.

Dan bila seandainya suatu saat kamu telah merasa bosan,
bolehkah kuminta agar kamu tetap bertahan?

Agar kita tak saling kehilangan.
Agar kita tak saling meninggalkan.

Agar kita saling menjaga. 
Agar kita, terus melangkah bersama.











                                       






Sunday, August 19, 2018 1 komentar

Mimpi dan Rencana

Hari ini isi kepala kembali ingin dimuntahkan. Tidak, lebih tepatnya kata-kata yang berhamburan dalam kepala yang ingin segera dirapikan dalam sebuah barisan aksara.

Dalam semesta ini, hidup dipenuhi dengan beragam nyawa. Manusia, hewan, tumbuhan serta zat lainnya yang diciptakan oleh Tuhan sang pencipta.

Jauh sebelum aku menulis sebuah kalimat ini, dan pembaca sampai pada tulisan ini. Aku adalah apa yang tidak pernah orang tuaku rencanakan untuk menjadi apa di dunia ini. Aku menjadi bisa duduk, merangkak, bicara, berjalan dan sampailah pada kedewasaan ini.


Jadi, apa hidupku saat ini sudah mempunyai rencana ?            
Tentu saja. Bahkan lebih dari satu rencana. Semua orang pasti mengerti tentang istilah semakin banyak pilihan maka semakin banyak pula kesempatan. Iya, begitulah rencana yang aku miliki saat ini. Namun dari banyaknya rencana, seseorang pasti akan mempunyai rencana awal untuk dijalankan. Dan rencana awal yang harus aku lakukan adalah mempunyai mimpi.                                  
Setelah aku mempunyai rencana untuk punya mimpi, maka aku harus menjalankan rencana kedua, yaitu menggapai mimpi. karena tonggak dalam kehidupan ini adalah memimpikan sesuatu. Tidak hanya satu hal, melainkan semuanya.
                                                 
Begitulah hidup, tanpa mimpi manusia hanyalah kehendak yang tidak bisa dikehendaki. Dirinya tidak lagi diri sendiri, hidupnya bukan lagi kehidupan, melainkan
raga mati yang terlihat hidup, padahal hanya dimasuki jiwa yang hanya separuh diciptakan. Sedangkan separuh dari jiwanya lagi mencari arti tentang kehidupan lain, yaitu kematian. Karena kematian adalah bagian dari kehidupan selanjutnya.
                                             
Banyak orang yang beranggapan bahwa mimpi hanyalah bunga tidur. Lalu memaknai bahwa mimpi hanyalah keindahan semata ketika kita sedang berada dalam alam bawah sadar.
Bagiku, ketika mimpi hanya dianggap bunga tidur, berarti tidak salah jika aku menciptakan istilah Bunga Bangun. Artinya ketika bunga itu tidak mati, maka ia akan meneruskan hidup dengan selayaknya ketika terbangun, ia akan memekarkan kelopak yang indah dan menghasilkan sari-sari bunga yang nanti akan berguna bagi serangga lainnya. Itulah arti Bunga Tidur bagiku. Selagi kita belum mati mimpi itu harus dimiliki.

Intinya tidak semua mimpi berjalan sesuai rencana, dan tidak semua rencana harus menjadi impian.                                    
Maka janganlah takut untuk bermimpi dan buatlah rencana sebanyak-banyaknya untuk masa depan, sebab meskipun semua air dalam genggamanmu tumpah, percayalah, tanganmu pasti masih terasa basah.  
                                       




Salam Hangat

-Gilang Anggaraksa Putra




                                                 
Sunday, June 24, 2018 1 komentar

Sebuah Jawaban

Sejak awal aku sudah menyangka suatu saat yang datang akan merangkak untuk pergi. Ternyata benar, kini kau ingin meninggalkan dengan alasanmu. Kau terlambat datang, Sayang. Aku sudah tak sama seperti lelaki yang dulu tahu-tahu kau tinggalkan. Panggilan “Sayang” untukmu saja sudah terasa hambar tak terselip kesungguhan.


Tapi, sungguh, aku baru tahu alasan kau akhirnya memilih pergi. Apa? Memantaskan diri? Mengobati luka? Apa sesakit itu bersanding dengan ketidaksempurnaanku? Apa memutus yang salah selalu lebih mudah dari pada memberi tahu yang benar?


Rasa dendam itu memang sudah meredam. Sudah tak ada lagi bagian darimu yang membuatku marah ataupun gundah. Aku bahkan bersedia kita berteman, tapi ... kalau mengulang jalinan perasaan, entahlah. Sudah terlalu banyak kekuatan diri yang dulu kupatahkan sendiri. Sedalam itu aku jatuh cinta denganmu. Benar-benar sedalam itu. Hingga saat kita gagal, kuanggap darimulah seluruh sebab berpangkal.


Aku terlalu sibuk mencari cara untuk terus membahagiakanmu, sampai lupa cara belajar menyelamatkan kebahagiaanku sendiri.


Buktinya, dulu, belum sempat aku berangkat untuk mengagungkan kita, kau sudah menghilang sekerling mata. Belum sempat kupeluk kau dengan hangat, tiba-tiba hatimu berubah arah dengan cepat.

Kemudian, kini, kau bilang ingin pergi, membawa pergi setengah hati yang sudah lama kita perbaiki lagi. Entahlah, kepergianmu membuat aku tak ingin menyiapkan kesempatan lain. Sudah habis rasanya garis-garis senyum yang kau cari-cari.


Tapi terima kasih kau akhirnya menyadari, bahwa ternyata memang akulah lelaki satu-satunya yang paling mengerti. Maaf, aku tak ingin mempertahankan yang sepatutnya dipertahankan. Tak perlu bersumpah menjadikan kita abadi, dulu kau juga pernah berjanji tak akan pernah menjadikanku sendiri. Ternyata? Dusta.


Pergilah, pergi.

Jangan datang hanya untuk menyesali dan bilang ingin kembali.


Pergilah, pergi sajalah, lagi.

Aku berhenti.

Biarkan kamu aku simpan dalam doaku.








Thursday, March 15, 2018 0 komentar

Kepada Hati Itu

      Senja memang selalu menyinggungkan senyum diantara kita, sama seperti hujan itu berjatuhan memupuk segala asa yang tidak pernah kita sangka bahwa, aku, kamu selalu punya rindu.

Berucaplah kita dengan bersamaan, "Hujan adalah rindu, senja adalah kita! Maka hidup adalah rasa kebersamaan!". Lalu bersama pula kita tersenyum dan memejamkan mata. "Kamu adalah cahayaku." Lirihku dalam hati seraya menyatukan jemari kita seolah tak ingin terlepas.

Inikah cinta ?

Sampai saat ini aku belum dapat menjawabnya, untuk apa dan mengapa? Namun kata itu menuntunku untuk lebih memaknai arti rasa didalamnya meski tidak pernah tersampaikan.

Satu hal yang membuatku mengerti bahwa sebanyak apapun seseorang menerima tak akan sebahagianya ketika dia memberi. Sebaliknya rasa diantara kita, mesti kita saling memberi tapi entah mengapa satu diantaranya belum ada yang menerima.

Aku tak mampu mengalihkan cerita dalam satu hujan dan senja secara bersamaan karena aku tidak mau mereka menghilangkan keindahan mereka dalam sekejap.

Walau begitu kau tetap fanaku dalam lukisan senja disana.

Aku yang masih merindu

Kembalilah jika memang saatnya aku dan kamu, kita akan kembali, membangun rasa dan asa yang dulu ada. Aku tak pernah menganggapmu pergi, kau hanya singgah ke ranah yang lain saja, hanya untuk membuang rasa jenuhmu. Aku paham, berbeda itu tidak akan pernah menyelaraskan warna yang kita suka tapi menyatukan dari perbedaan itu sendiri. Aku dengan warnaku dan kamu dengan warnamu.
Aku selalu belajar dari setiap perbedaan untuk memahamimu. Aku belajar dari senja setiap sore, belajar dari hujan yang turun dan aku belajar memahami rasa cinta hanya pada satu orang saja, tidak akan kubagi pada siapapun kecuali kamu, sampai aku kembali pada-Nya, tetap kamu.

Aku cinta Fana di suatu senja..

Dan...

Aku, masih dengan rasa yang sama.








~KEPADA HATI ITU~
by: Inspirasi.co 🙂




Saturday, February 17, 2018 0 komentar

Bagaikan Senja

Sepertinya kamu dengan sengaja menaburkan mawar rindu di sepanjang jalanku.
Aku tahu, semuanya masih terselimuti rahasia..
Namun apakah kamu tahu?
Aku telah mabuk bahkan sebelum aku meminum anggur rindumu..

baiklah, aku akan bercerita malam ini, tatkala remah remah kata keluar dari lisan sang perindu,  simaklah ini baik baik ;
  
Disana bukanlah hanya sajak yang merias lisan, pun ada gelegar rasa dari nafas yang berhulu kepadamu..
Maka, dengarlah bukan dengan telingamu dan lihatlah bukan dengan matamu, Dan kamu akan mengerti tentang apa yang terjadi dengan dirimu dan ruhmu yang masih berjalan…  
                          
Jika kamu percaya, sajak sajak yang pernah berjerejak itu tak pernah berjudul. Bahkan mereka telah yatim sebelum pena menorehkan tinta..
Lihatlah sesekali ke belakang, kamu akan tahu bahwa abjad mereka benar benar fakir..           
Maka jangan pernah kamu mencoba menafsir belukar aksara yang pernah tertulis, karna itu tak lain adalah sebuah nyanyian sang perindu saja, Kamu kira itu adalah wujud keheningan?
Bukan!
Itu hanyalah jeda
Itu hanyalah garis batas
Seperti senja                                
Meski berwarna emas
Namun ingatlah
sebentar lagi akan gelap...

 
;