Monday, December 24, 2018 0 komentar

Lekas Membaik, Nusantara

Senja di selat sunda
Saat kebahagiaan menyelimuti tubuh mereka
Saat camar-camar sibuk mencari mangsa
Di sisi lain tampak wajah yang bergembira
Menikmati indahnya dunia
Menikmati gelegar waktu liburannya
Mereka tak sadar tangan maut menghampiri
Untuk mengembalikan pada sang Ilahi
Kedatangan yang tak terduga lewat air bah yang menjemput hingga kini


Semesta,
Ada apa dengan dunia ini?
Ada apa dengan air lautmu saat ini?
Apakah ia merasa dikecewakan oleh kami?
Apakah ia merasa tak dipedulikan oleh kami?
Puluhan orang tak tertolong jiwanya
Ratusan orang terlihat terluka
Dengan waktu sekejap kau meleburkan mereka
Melenyapkan seluruh kebahagiaan didalamnya


Semesta,
Keadaanmu tampak baik-baik saja
Saat malam tiba ditemani rembulan sebagai penerang dunia       
Bintang-bintang tampak terlihat sangat banyak dan terlihat seperti biasanya
Dengan tiba-tiba air laut datang membinasakan semua yang ada
Membawa hanyut jiwa-jiwa yang sedang bersenang ria
Menghilangkan jejak setiap raga yang hanyut terbawa      


Semoga kejadian ini takkan terulang kembali
Kami berjanji akan selalu menjaga kau; semesta
Dan kau juga berjanji takkan murka lagi pada kami
Kita bersama saling menjaga diantara apa yang telah kita punya; bersama.

Semesta, bersahabatlah dengan kami.

***


Puisi ini ditulis satu hari setelah kejadian Tsunami yang melanda Banten & Lampung,
16.40 WIB
Cilegon, 23 Desember 2018
Gilang Anggaraksa Putra
Wednesday, December 19, 2018 0 komentar

Keluh

Sejujurnya, ketidakhadiranmu di hidupku masih membuatku hampa. Namun perlahan aku mulai bisa mengatasinya. Maaf, sudah waktunya kamu berhenti angkuh atas aku yang selalu mengharapkanmu.

Dulu, aku tak pernah lelah menyayangi bahkan mencintaimu. Apapun alasannya aku akan mempertahankan sesuatu atas apa yang aku perjuangkan. Seperti bisa mengenal lalu memilikimu. Aku tak tahu sepertinya diantara kita terdapat hal yang janggal; seperti terhalang oleh pagar-pagar ketidakpantasan. Sehingga kita terlihat seperti fatamorgana yang bahkan tak sempat terpikirkan. Membuat hati kita bimbang akan berlabuh dimana dan pada siapa.

Sekarang, kau tetap sama memperlihatkan ketidakpercayaan pada dirimu sendiri. Bahkan kau tak lagi mempercayai bahwa aku akan menjagamu Setiap hari. kau selalu saja mencari-cari kesalahanku agar terlihat seakan aku yang menyakitimu, Padahal aku tidak sekejam itu. Rasa sakit dan kecewa ini masih susah kumaknai. Begitu sulit untuk diungkapkan pada siapapun. Biarlah rasa dan aksara berbicara, menjadi beberapa kata dan kalimat yang bisa mewakilkan atas apa yang aku rasa.

Selanjutnya, kau memilih jalan yang menurutku salah. Kau memilih pergi disaat hati kita sudah menyatu dalam diri. Memaksa untuk melepaskan apa yang tertanam dalam hati. Mempersilahkan rasa itu terombang-ambing kesana kemari, tanpa tahu kemana akan bermuara dengan pasti. Tetapi, aku sangat paham cinta tak selalu sependapat. Begitu pula dengan kita. Mungkin menurutmu, jalan ini adalah sebuah langkah yang sesuai untuk kau memulai mengakhiri. Kau memilih pergi serta takkan pernah kembali. Membawa kenangan yang dahulu kita ukir bersama merajut asa dan meraih mimpi. Kau juga membawa segenap hati yang luntur tak berwarna; lalu kau kubur dalam-dalam beserta semua hal indah diatasnya.

Aku tak lagi memikirkan sesuatu yang menyakiti diri sendiri. Tak akan. Biarlah semua berputar pada porosnya, berjalan sesuai takdir yang ditentukan serta berlari sesuai dengan keinginan.

Berbahagialah dengan siapapun yang kau anggap percaya bisa membahagiakanmu. Kita memang sudah tak lagi sejalan, kau tak perlu lagi mengajarkan tentang keikhlasan. Karena aku sudah menerima kepergianmu.

Kelak, saat hatiku benar-benar kosong dan perlu diisi, saat itu baru akan kucari. Yang benar-benar pandai bertahan dan menjelaskan bahwa aku begitu dicintai. Yang takkan meninggalkanku bekas-bekas luka seperti ini. Aku mungkin akan segera lupa dan menulis cerita baru, tapi tidak secepat ini, tidak semudah kamu.

Saturday, December 01, 2018 0 komentar

Terjebak Pada Sebuah Masa

Aku harap kita di pertemukan bukan hanya sebatas perkenalan. Tapi bisa saling membahagiakan dengan atau tidak menjalin hubungan. Semoga kita segera di bersamakan bukan hanya sekadar di pertemukan.

Datang dan dan perginya tak disangka. Itulah rasa. Rasa ini tiba-tiba datang saat separuh dari hati ini telah hilang—membawa rencana yang harus segera di wujudkan. Sepertinya,  tangan ini ingin sekali merasakan bagaimana hangatnya genggaman tanganmu. Dengan dibaluri hangatnya kasih sayang yang menenangkan.
Aku berjanji menuntunmu berjalan meski pandanganmu telah memburam—menjagamu dari kerasnya kehidupan yang semakin hari semakin membuat geram.

Berharap, pertemuan kita tak segera larut dalam kesia-siaan dan bermuara pada ketidakjelasan. Sebab, bisa mengenalmu adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan.

Aku sempat berpikir, apakah pertemuan kita akan berakhir sempurna? Ataukah hangus dalam sia-sia?

Entahlah, sepertinya ini bagian dari takdir Tuhan yang harus diterima hambanya dengan lapang dada. Takdir memang membawa kita kepada hal-hal yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Seperti pertemuanku denganmu, seperti perasaan yang kuletakkan padamu hanya dengan hitungan jam, seperti celoteh-celoteh mesra yang kita sandiwarakan dan seperti doa-doa kebaikan yang selalu kita panjatkan.
Sepertinya, semesta berada pada pihakku.
Sebab, saat aku telah kehilangan separuh dari hati—dengan sigap semesta memberikan jalan untuk kembali menemukan separuh hati yang baru untuk melengkapi.

Mungkinkah ini sebuah anugerah atau teguran dari semesta agar aku tak lagi berharap padanya? Entahlah, aku berusaha tak lagi memikirkan. Sekarang adalah bagaimana caranya menyembuhkan yang terluka, menemukan separuh hati yang hilang dan mengikhlaskan sesuatu yang telah berlalu.

Kini aku mulai bermimpi, kalau kau akan menjadi milikku. Melengkapi sebagian diriku yang kosong—yang selalu menantikan hadirmu.
Aku mulai berharap kita bertemu.
Setelah seluruh rencanaku atas semua mimpimu.
Setelah seluruh lelah penantianku atas perasaanmu.
Setelah seluruh perjuanganku membuatmu mengerti arti hadirku.

Biarlah sekarang keindahanmu hanya bisa kusimpan sendiri. Mungkin nanti aku bisa menikmati tanpa harus diam seperti ini.

Cilegon, Awal Bulan Keduabelas, 2018.

 
;