Jika suatu hari nanti, bila perpisahan itu datang, terkadang ingin sekali berdoa seraya menangis sekencang-kencangnya dalam kebisuan di sepertiga malam. Memperlihatkan kelemahan pada Tuhan, hanya agar perpisahan itu tidak akan terjadi esok pagi.
Jika nanti salah satu dari kita terpaksa berucap selamat tinggal, maka aku harap tidak ada sama sekali sepasang mata yang harus basah hanya karena perpisahan sekalipun itu begitu menyedihkan. Jika aku perti, aku tidak ingin terlihat buruk saat berpamitan. Jika kamu yang pergi, aku berusaha melepas dengan ikhlas dan aku ingin berjalan perlahan dengan suara hentakan kaki yang paling tenang, aku ingin berdiri tegak dengan ketetapan hati paling teguh yang terlihat mengagumkan dari belakang.Aku tidak akan pernah membiarkan punggungku terlihat menyedihkan saat berjalan berbalik arah. Sebab aku paham, bahwa punggung adalah jawaban dari kesedihan di mana waktu dan tempat seringkali tidak sesuai dengan yang ada di dalam perasaan. Memunggungi seseorang adalah cara terbaik untuk mengucapkan selamat tinggal, tapi aku tidak akan membuatnya dengan penuh kesedihan. Aku harap bahwa suatu hari punggungku tak akan terlihat sedih, tapi bisa terlihat seolah baik-baik saja. Meski pada kenyataannya tidak.
Sebab ketika keadaan itu datang; tanpa terduga, kita hanyalah sepasang manusia yang tak bisa melakukan apa-apa. Segala ketidakterdugaan menghantui diantara ruang-ruang hati. Kita tahu, tak ada yang benar-benar selamat dari ucapan selamat tinggal. Tidak pernah ada yang baik-baik saja.
Barangkali aku harus terima, bahwa penantian tidak pernah sederhana dan tidak selalu menghasilkan sebuah temu. Hingga saatnya entah dengan alasan apa kita tiba di ujung jalan.
Maka, berjanjilah untuk baik-baik saja. Agar di kemudian hari kita bisa bertemu, dan bisa saling melihat senyum siapa diantara kita yang paling bahagia.
Maret akhir, 2021.

- Follow Us on Twitter!
- "Join Us on Facebook!
- RSS
Contact